Secara umum jawara memiliki definisi sebagai orang yang memiliki kepandaian bermain silat dan memiliki keterampilan-keterampilan tertentu. Berbeda dengan perampok atau pencuri, mereka adalah figur seorang yang mampu menjaga keselamatan dan keamanan desa, sehingga karenanya masyarakat menghormati keberadaan mereka. Pada umumnya, jawara sangat patuh kepada ulama, karena semangat dalam jiwa mereka diperoleh dari para kaum ulama. Di tanah Betawi sendiri hampir memiliki makna yang sama, namun istilah jawara bagi masyarakat natif Betawi berangkat dari istilah “potong letter” lidah natif Betawi yaitu juware atau juara yang tidak terkalahkan dalam hal bela diri “maenpukulan” atau pencak silat.
Berbeda dengan Jagoan, kata ini berasal dari kata dasar “jago” yang menurut Ridwan Saidi merupakan loanword dari bahasa Portugis Jogo yang artinya “champion” atau juara (Ridwan Saidi, Glosari Betawi: 43). Disisi lain menurut tradisi lisan, jago merupakan istilah yang agak umum bagi golongan “tukang pukul” dan seorang yang suka berkelahi. Jagoan bernada lebih positif ketimbang istilah preman pada masa kini. Jagoan adalah sebutan untuk anggota masyarakat yang berpengaruh dan disegani di kampungnya, orang yang kuat, tukang pukul dan pemberani. Secara hirarki, jagoan dianggap lebih rendah kedudukannya dibanding jawara. Karena sebagaimana seperti yang disebutkan di atas, jawara dapat dikatakan sebagai istilah lain dari pendekar, ksatria yang ditokohkan masyarakat sebagai orang yang suka memberikan perlindungan dan keselamatan secara fisik terhadap masyarakat, juga dianggap sebagai orang yang dituakan atau sesepuh.
Lalu bagaimana dengan preman?. Secara etimologi preman merupakan loanword dari bahasa Belanda,Vrijman yang bermakna “orang bebas” atau dalam bahasa Inggris disebut free man. Dalam Kamus Bahasa Indonesiaakan kita temukan paling tidak 3 arti kata preman, yaitu: 1. swasta, partikelir, non pemerintah, bukan tentara, sipil. 2. sebutan orang jahat (yang suka memeras dan melakukan kejahatan) 3. kuli yang bekerja menggarap sawah. Secara umum istilah preman dapat disimpulkan sebagai sebutan pejoratif (kata sandang merendahkan) yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama daripemerasan kelompok masyarakat lain.
Dari tiga terminologi di atas, hendaknya kita masih dapat membedakan makna, fungsi dan peranan masing-masing dalam masyarakat. Sehingga kita tidak terburu-buru untuk menjustifikasi seseorang berdasar perilakunya.
Daftar Pustaka
Atu Karomah. Jawara dan Budaya Kekerasan pada Masyarakat Banten. Tesis S2 UI. Jakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. BP. Jakarta
Falah, Miftahul. 1995. Kejawaraan Dalam Dinamika Kabupaten Lebak, Jakarta
Saidi, Ridwan. 2007. Glosari Betawi. Jakarta
RM. Taufik Djajadiningrat. 1995. Sejarah dan Silsilah Ringkas Para Sinuhun Kesultanan Banten. Jakarta.
Tasbih & Golok. 2002. Tim penelitian Studi Kharisma Kyai & Jawara di Banten. STAIN Serang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar