Suku Baduy sering dianggap sebagai suku asli masyarakat Banten. Suku ini memegang erat hukum adat dan menutup diri dari masyarakat luar dan kemajuan teknologi yang saat ini semakin pesat. Kendati begitu, dari sisi penerimaannya terhadap masyarakat luar, suku Baduy sendiri dibagi menjadi 2, yaitu suku Baduy Dalam yang sama sekali tidak mau berinteraksi dengan masyarakat luar, dan suku Baduy Luar yang masih mau berinteraksi tapi dengan batas-batas tertentu. Dalam hal pakaian adat, kedua jenis suku Baduy ini juga memiliki perbedaan mencolok.
a. Pakaian adat Baduy Dalam
Suku Baduy Dalam cenderung menggunakan pakaian dengan warna putih polos yang mereka sebut dengan nama Jamang Sangsang. Nama tersebut sesuai dengan bagaimana cara baju tersebut digunakan. Baju Jamang Sangsang digunakan dengan cara disangsangkan atau digantungkan di badan. Baju ini hanya memliki lubang di bagian lengan dan leher tanpa kerah. Selain itu, baju ini juga tidak dilengkapi dengan kancing atau saku dan hanya dijahit menggunakan tangan. Bahan yang digunakannya pun harus dibuat dari pintalan kapas asli yang diperoleh dari hutan.
Sebagai bawahan, orang-orang Baduy Dalam mengenakan sarung warna hitam atau biru tua yang dililit dipinggang. Tak lupa ikat kepala dari kain putih juga dikenakan sebagai pembatas rambut yang biasanya terurai panjang.
Penggunaan warna putih pada pakaian adat Baduy dalam memiliki makna bahwa mereka masih suci dan belum dipengaruhi budaya luar yang cenderung merusak moral.
b. Pakaian adat Baduy Luar
masyarakat adat Baduy Luar lebih sering mengenakan pakaian adat berwarna hitam. Karena warnanya itu, baju ini diberi nama baju kampret (baju kelelawar). Desain baju adat Banten ini cenderung lebih dinamis. Kita bisa menemukan jahitan mesin, kancing, kantong, selain itu bahan yang digunakan juga tidak terpaku harus berupa kapas murni. Ciri khas lain yang dimiliki pakaian adat Baduy Luar adalah adanya ikat kepala warna biru tua bercorak batik.
Sumber:
http://adat-tradisional.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar