Meriam Ki Amuk atau ada juga yang menyebutnya sebagai Ki Jimat memiliki ukuran diameter mulut luar 0,59 meter, mulut dalam 0,32 meter, dan diamater ndi ujung maksimal 0,70 meter dengan total panjang 3,45 meter. Ki Amuk merupakan salah satu senjata utama kesultanan Banten.
Ada beberapa versi yang menyebutkan asal mula meriam ini, salah satunya pendapat dari ahli sejarah, yang mengatakan Meriam Ki Amuk merupakan hadiah dari Sultan Trenggono dari Demak kepada Sunan Gunung Jati. Tapi ada juga yang menyatakan Meriam Ki Amuk merupakan hasil rampasan perang dari Belanda, serta hadiah dari Kompeni Belanda. Tapi yang jelas, meriam ini sangat membantu Kesultanan Banten saat berperang melawan penjajah zamannya.
Jarak tembaknya yang jauh dan suaranya yang menggelegar, menjadikan Meriam Ki Amuk sebagai senjata pamungkas dan andalan yang paling ditakuti sehingga membuat para musuh lari tunggang langgang. Oleh karena itulah meriam ini disebut dengan Meriam Ki Amuk. Dia selalu mengamuk ditengah-tengah pasukan musuh.
Sebelumnya Ki Amuk diletakan di Pelabuhan Karangantu, akan tetapi karena warga setempat beranggapan meriam ini mempunyai kekuatan gaib. Sehingga banyak warga menjalankan ritual-ritual seperti melempar koin, atau memeluk moncongnya yang konon kalau pergelangan tangannya bisa bertemu maka orang tersebut akan kaya raya. Hal ini dilakukan warga Banten maupun masyarakat dari luar tanah para jawara ini. Akibatnya meriam itu kemudian dipindah ke Banten Lama, tepatnya di depan museum. Meski sudah dipindahkan, nyatanya masih banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi syirik itu.
Sementara itu, menurut Karel Christiaan Crucq Ki Amuk beratnya mencapai 7 ton. Hal tersebut terdapat dalam buku De Geschiedenis van het Heilig Kanon the Banten
Keterangan pertama tentang meriam ini terdapat dalam sebuah peta perencanaan Kota Banten yang dibuat menjelang pertengahan abad ke-17. Tulisan yang terbaca “meriam besar ‘t Desperant” pada peta yang disimpan di perpustakaan Castello Firenze, Italia ini, menurut Crucq mengacu pada meriam Ki Amuk.
Meriam sepanjang lebih dari 3 meter ini, memiliki hiasan motif Mentari Majapahit pada bagian mulutnya. Selain itu, juga didapati prasasti berhuruf Arab. Prasasti pertama, berbunyi Aqibah al-Khairi Salamah al-Imani yang artinya buah dari segala kebaikan adalah kesempurnaan iman. Sedangkan Prasasti kedua, berbunyi La fata illa Ali la saifa illa Zu al-faqar, isbir ala ahwaliha la mauta yang berarti tiada pemuda kecuali Ali, tiada pedang selain Zulfiqar, hendaklah engkau bertakwa sepanjang masa kecuali mati.
Crucq menyimpulkan, Ki Amuk memang dibuat di Jawa Tengah pada pertengahan abad ke-16 sekitar 1529 Masehi atau tahun 1450 Saka. Angka tahun itu sama dengan pernikahan Sultan Hasanuddin Banten dengan putri Sultan Trenggana Demak. Saat itu Sultan Trenggana menghadiahi Sultan Hasanuddin sebuah meriam bernama Ki Jimat lalu berubah nama menjadi Ki Amuk Wallahualam bissawab.
Daftar Pustaka
Ridho, Rasyid. 2015. Artikel Legenda Ki Amuk dan Si Jagur Jelmaan Prajurit Demak yang Dikutuk. Diterbitkan oleh Sindo.com pada Senin, 8 Juni 2015 Pukul 05:00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar