Pengertian Debus
Debus merupakan kesenian bela diri
dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya
kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain. Kesenian ini berawal pada
abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada
zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk
memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu.
Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.
Debus, merupakan kata dan istilah
yang sangat aneh. Sebab, secara keseharian kata debus sudah sangat akrab dengan
telinga masyarakat, namun istilah dan artinya tidak atau belum diketahui secara
pasti. Hal itu disebabkan data tertulis hingga saat ini belum ditemukan. Ada
dua pengertian yang diyakini kebenarannya, yaitu muncul pertama dari salah
seorang pemerhati terhadap Kesenian Debus ini, yaitu Bapak A Sastrasuganda
yaitu pensiunan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud paten Serang, mengatakan
bahwa Debus berasal dari bahasa Sunda. Kata debus “tembus” (Sandjin Aminuddin,
1997 :153). Debus yang berarti tembus menunjukkan bahwa alat-alat yang
diperagakan adalah benda-benda tajam dalam permainan tersebut dapat menembus
badan para pemainnya. Kedua, Debus berasal dari kata gedebus, yaitu nama salah
satu benda tajam yang digunakan dalam permainan tersebut. Karena permainan
Debus adalah permainan kekebalan tubuh, maka debus dapat pula diartikan “tidak
tembus” oleh berbagai senjata yang ditusukkan atau dibacokkan ke tubuh manusia.
Menurut Dr H Imron Arifin yang
meneliti debus tahun 1988, nama debus berasal dari bahasa Arab yang bermakna
“jarum” atau alat penusuk. Sebab permainan itu ditandai oleh keberadaan alat
tusuk baik yang ditusukkan ke pipi, leher, dada, tangan, maupun almadad yang
ditikamkan ke tubuh tapi tidak tembus. Istilah debus sendiri berasal dari
Baghdad terkait dengan aliran tarikat tertentu. Dalam permainan Debus terdapat
kolaborasi antara kekebalan tubuh dan permainan pencak silat. Atraksi permainan
ini membuat para penonton merasa ngeri karena senjata tajam seperti golok,
gedebus (almadad), dan lain-lain atau bahkan api yang membakar manusia tidak
mampu melukai para pemainnya. Oleh karenanya, ada yang mengatakan Debus
sebagai permainan sulap yang mampu mengelabui mata para penonton.
Penyebararan Seni Debus
Kesenian Debus ini berkembang di daerah Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Serang terutama di Kecamatan Walantaka dengan tokohnya M.
Idris. Sedangkan di Kecamatan Curug tokohnya Umor, di Kecamatan Cikande
tokohnya H. Renam, dan di atan Ciruas tokohnya adalah H. Ahmad. Debus pun
meluas ke Jawa Timur dikembangkan oleh KH Agus Ghufron Arief di Pesantren Nurul
Haq di kampung Peneleh Surabaya. Debus sendiri yang sumbernya ditengarai dari
tarikat merupakan kesenian yang sarat an doa-doa yang diambil dari ayat suci
Al-Qur’an sebagai jampi-jampi untuk kekebalan tubuh.
Sejarah Debus
Asal-usul
debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di daerah Banten.
Debus adalah salah satu sarana dalam penyebaran agama Islam tersebut. Pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasaa pada abad XVII (1651 — 1652), Debus
dijadikan alat propaganda dalam membangkitkan semangat rakyat dalam perjuangan
melawan Belanda (Sandjin Aminuddin, 1997 :156).
Seperti dikatakan di atas, bahwa Debus dikolaborasikan
dengan kesenian Pencak silat, maka dapat dikatakan bahwa Debus merupakan
kesenian bela diri. Sultan Ageng Tirtayasa memberi warna Debus dengan ilmu
kekebalan tubuh kepada para pengikutnya dengan jampi-jampi yang diambil dari
ayat suci Al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut dihapalkan dan diresapi secara mendalam
sehingga dapat mempertebal semangat moral dalam melawan Belanda. Kesenian Debus
sangat berperan dalam alur sejarah rakyat Banten dalam melawan penjajah Belanda
pada masanya yang dilandasi ajaran agama Islam sebagai keyakinan dalam
melakukan perjuangan tersebut.
Dilacak dari asal usulnya, menurut
Dr H Imron Arifin, kesenian debus berasal dari Tarikat Rifa’iyyah, yaitu
tarikat yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Rifa’i al-Baghdady, seorang tokoh
sufi yang mengajar pengetahuan ruhani aneh. Dikatakan ganjil dan aneh, karena
Syaikh Ahmad Rifa’i mengajari murid-muridnya untuk berdzikir yang khusyuk di
mana untuk menguji kekhusyukan Syaikh Ahmad Rifa’i melakukan tindakan-tindakan
ganjil seperti menyulut tubuh muridnya dengan bara api, digigitkan ular kobra,
ditusuk besi tajam, dikepruk benda keras, bahkan dilempar ke kobaran api. Jika
sang murid masih sakit dan berteriak, maka itu pertanda dzikirnya kurang
khusyuk Begitulah tarikat Rifa’iyyah dikenal sebagai penyebar ajaran debus
dalam berdzikir yang dilakukan dengan suara lantang.
Ajaran Tarikat Rifa’iyyah diketahui
disebarkan di Aceh oleh Syaikh Nuruddin Ar-Raniri di mana tokoh ini memiliki
murid Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassari. Rupanya, Syaikh Yusuf Tajul
Khalwati al-Makassari inilah yang pertama kali mengajarkan debus di Banten,
karena beliau bersama-sama dengan Sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda. Namun
belum diketahui, kapan debus sebagai metode dalam tarikat berubah menjadi seni.
Jika ditelaah dalam bahasa arab
debus Berarti senjata tajam yang terbuat dari besi yang mempunyai ujung yang
runcing dan bentuknya sedikit bundar. Nah , karena itulah alat tersebut
dipergunakan sebagai alat untuk menghantam atau melukai setiap pemain debus,
yang mempertunjukkan atraksi kekebalan tubuh. Selain itu juga masih banyak
variasi-variasi atraksi lain seperti menusuk perut, dengan benda tajam biasanya
menggunakan paku Banten yang runcing, memakan bara api, menusukkan jarum
panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan hasilnya tidak ada luka
sama sekali dan tidak mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika
itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat di badan
hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi
atraksi yang mereka lakukan.
Di Banten sendiri kesenian debus
atau keahlian melakukan debus menjadi sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan
yang mengajarkannya. Untuk saat ini biasanya kesenian debus di pentaskan dalam
acara-acara seperti pesta pernikahan, sunatan, acara 17 agustusan, dan banyak
lagi acara yang biasanya mempertunjukan kesenian ini.
Bentuk Atraksi Debus
Permainan debus merupakan bentuk kesenian yang
dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa
magis. Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat,
atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan
(gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi
Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen tabuh selama tiga puluh
menit. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan
suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan.
Bersamaan dengan beluk, atraksi
kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya : menusuk
perut dengan gada, tombak atau senjata almadad tanpa luka; mengiris anggota
tubuh dengan pisau atau golok; makan api; memasukkan jarum kawat ke dalam
lidah, kulit pipi dan angggota tubuh lainnya sampai tebus tanpa mengeluarkan
darah; mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat
disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya; menyiram tubuh dengan
air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh.
Selain itu, juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala,
membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari
golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling.
Atraksi diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat musik tetabuhan.
Sumber :
http://www.pesantrenglobal.com/debus-seni-mistis-islam-tanah-banten/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar