Karangantu menjadi pelabuhan utama dan pasar, difungsikan sebagai pelabuhan dagang bagi lingkup lokal maupun asing. Kunjungan Tome Pires ke Karangantu tahun 1513 belum melihat pentingnya tempat ini, karena pelabuhan Sunda Kelapa masih merupakan pelabuhan terpenting bagi Pajajaran. Pada abad berikutnya Karangantu menjadi pelabuhan utama, sejak Banten diislamkan dan aktivitas Banten Girang dipindahkan ke Banten Lama. Sejak akhir abad XVI Karangantu menjadi bandar internasional utama untuk Indonesia bagian barat, terutama akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Perkembangan dan pertumbuhan Karangantu, baik sebagai pelabuhan maupun pasar, antara lain dapat ditelusuri melalui kajian foto udara, peta-peta kuno maupun fakta-fakta arkeologis di lapangan, diduga keletakan berubah dari keadaan sekarang.
Dari peta kuna yang dibuat oleh de Houtman ketika mengunjungi Banten pada tahun 1598, memperlihatkan bahwa kota Banten dikelilingi tembok kota dan tampak pula pasar Karangantu dikelilingi oleh pagar kayu dan bambu. Pada saat itu perluasan kota Banten mengarah ke bagian timur.
Sementara itu berdasarkan peta yang dibuat oleh Valentijn pada tahun 1725, terlihat bahwa pasar Karangantu masih ditempatnya semula dan mulai dipenuhi dengan rumah-rumah pemukiman.
Pada abad-abad XVII-XIX M, seperti tampak pada peta Serrurier yang tersohor itu, Karangantu tidak lagi ditandai sebagai sebuah pasar, hanya diberi catatan sebagai sebuah pelabuhan yang dikelilingi tambak ikan. Dewasa ini situs ini menjadi tidak penting lagi, kecuali ditandai oleh daerah pertambakan dan rawa-rawa di kampung Bugis.
Pelabuhan Karangantu berkembang dan tumbuh menjadi pusat berbagai aktivitas komersial dan bisnis, toko-toko dan pasar utama, transaksi antara para pedagang Cina dan Arab (terutama). Di sini pula terdapat pemukiman para nelayan, dok kapal-kapal, tempat pembuatan garam. Sementara itu terus ke arah selatan sepanjang sungai Cibanten terdapat lahan-lahan pertanian (padi dan sayur mayur) untuk pasokan istana.
Daftar Pustaka
Hatmadji, Tri. 2014. Ragam Pusaka Budaya Banten. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar