Kawan-kawanku, pernahkah kalian mendengar ungkapan “Apalah arti sebuah nama ” ? ungkapan yang tidak asing bukan? Sekilas ungkapan itu ada benarnya juga. Buktinya, meskipun kita menyebut mawar dengan nama yang lain, tohakan tetap berbau wangi kan? Yupz, ungkapan “Apalah arti sebuah nama ” seakan menjadi pernyataan bijak yang mengajak kita lebih merenungkan esensi dan hakikat sebuah materi, apapun namanya. Sama halnya dengan ungkapan yang tidak kalah keren, “undzur ma qola, wala tandzur man qola” (Perhatikan apa yang diucapkan, bukan siapa yang mengucapkan). Premis yang seakan membenarkan jika memang ada kalanya sebuah nama tidak penting untuk dihiraukan.
Namun, rasanya gejolak batin saya mengatakan lain. Nama adalah sebuah kekuatan yang ber ‘arti’, sebuah filosofi yang mampu menghantarkan sejuta daya untuk mempengaruhi. Nama bukanlah sebuah goresan kosong yang hanya menjadi tanda sebuah materi. Nama pastinya berarti apa-apa. Coba kita renungkan, apa jadinya seandainya ada biskuit renyah nan nikmat, tapi kaleng wadahnya saya beri nama ‘Makanan Kucing’ ? Tentu saja tidak ada manusia yang mau makan, walau sejatinya memang biskuit itu untuk manusia. Contoh sederhana yang meruntuhkan ungkapan “apalah arti sebuah nama”.
Saya ajak menyelam lebih jauh ke ranah zaman yang tak beruang dan waktu. Zaman ketika para malaikat sujud penuh hormat saking terkagum-kagumnya kepada Nabi Adam karena kecerdasannya menyebutkan berbagai penamaan. Dapatkah para malaikat melakukan hal yang sama ketika ditantang Tuhannya? dengan ta’dim mereka berkata “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. Sebuah ironi, manusia telah dikaruniai keistimewaan besar untuk mampu menyelami kekuatan filosofis sebuah nama namun tidak sedikit yang mengabaikan. Masihkan kita menganggap “apalah arti sebuah nama” senantiasa benar adanya setelah kita tahu bahwa pembahasan sebuah penamaaan saja diabadikan dalam goresan tinta suci Ilahi?
Kita kembalikan pada diri kita sendiri. Kita adalah sebuah benda mati yang dihidupkan dengan integrasi ruh dalam jasad. Orang-orang yang mengagung-agungkan paham positivis meterialistis tentu saja menyebut kita adalah sebuah materi yang hidup (the living substance). Kita pasti memiliki nama yang dituliskan dengan resmi pada kertas legalitas hitam diatas putih. Yupz, lebih mudahnya kita sebut akta kelahiran. Saya yakin, nama yang diberikan pada kita bukanlah kumpulan kata-kata tak bertuah yang hanya dijadikan tanda pengenal. Bagi saya nama adalah sebuah doa. Nama Kita adalah sebuah doa yang didalamnya terselip jutaan harapan orang tua kita kelak.
Ada falsafah jawa yang mengatakan, “Ajine Rogo Soko Busono”, namun dalam konteks ini saya ubah menjadi “Ajine Rogo Soko Asmo”. Mari kita coba lebih dekat mengenali “nama” kita sendiri ! Kita tanya diri kita, “Apa arti filosofis namamu? Coba kau renungkan !, Jadikan filosofi itu sebagai bekal untuk memotivasi dirimu sendiri.”
Setiap dari kita pasti memiliki nama yang memiliki filosofi beraneka ragam. Dan mempunyai kecenderungan karakter yang berbeda. Maka dari itu, perlahan-lahan saya coba menelaah nama saya sendiri. Nama Lengkap saya Fahmi Ayatullah, begitupun pada akta kelahiran saya tertuliskan Fahmi Ayatullah. Orang tua saya suka dengan panggilan Fahmi, kawan kampung saya juga memanggil Fahmi, teman sekolah memanggil Miay, sementara beberapa teman kuliah saya sering memanggil ayat.
Fahmi memiliki arti paham, sementara Ayatullah memiliki arti ayat - ayat Allah yang diantaranya merupakan Al -Quran. Nah ketika digabungkan akan memjadi Fahmi Ayatullah yang memiliki arti paham terhadap ayat - ayat Allah. Ini merupakan doa dari orang tua saya terhadap saya agar bisa memahami ayat - ayat Allah. Dan Miay merupakan gabungan dari Fahmi Ayatullah, dimana Mi disini diambi dari akhir penyebutan nama Fahmi dan Ay disini diambil dari penyebutan awal nama Ayatullah
Selanjutnya apa filosofi dari nama kalian???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar