Sabtu, 31 Desember 2016

Hubungan Filsafat dan Agama


Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini.

Sebagian pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat. Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan hakiki. 
Di samping itu, masih banyak tema-tema mendasar berkisar tentang hukum-hukum eksistensi di alam yang masih membutuhkan pengkajian dan analisa yang mendalam, dan semua ini yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan filsafat. 

Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama.

Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam. 

Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah dari penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof hakiki adalah pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti menjadi subyek pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat yang bagaimana memiliki hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah sangat mungkin terdapat beberapa ajaran agama, karena ketidaksempurnaannya, bertolak belakang dengan kaidah-kaidah filsafat, begitu pula sebaliknya, sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak sempurna berbenturan dengan ajaran agama yang sempurna. Karena asumsinya adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat keberadaan dan mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat yang berangkat dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu sebagai subyek pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari substansi keberadaan itu sendiri. 

Keduanya merupakan karunia dari Tuhan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu) karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang tak bisa dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini, adalah tidak logis apabila ajaran agama dan filsafat saling bertolak belakang. Berdasarkan uraian di atas agama islam pada garis berdasarkan terdiri dari aqidah, syiah dan akhlak yang bersumber pada qur’an dan hadist. 
  • Titik persamaannya adalah sama-sama mencari kebenaran baik ilmu, filsafat dan agama dengan objek yang sama yang meliputi alam, Tuhan dan manusia.
  • Titik perbedaan adalah ilmu dan filsafat bersumber pada akal manusia sedang akal manusia sedang agama bersunber pada wahyu Allah. 
  • Manusia mencari dan menenukan kebenaran dengan akal yang kemudian manusia di pertanyakan pada kitab suci yang merupakan wahyu dari Allah Yang Maha Benar.
  • Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat positif (berlaku pada saat itu). 
  • Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat di buktikan dengan experiment dan riset)
  • Kebenaran agama bersifat mutlak karena agama adalah wahyu dari dzat Yang Maha Benar.
Antara kebenaran ilmu dan filsafat bersifat nisbi (relatif) karena ilmu pengetahuan terbatas pada objek, subjek dan metodologinya. Dan filsafat bersifat spekulatif yang juga tergantung pada dugaan para filsuf masing-masing tetapi tidak semua permasalahan bias dijawab oleh agama. Misalnya masalah jalan kendaraan sebelah kiri atau kanan, soal cek dan wesel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar