Kamis, 27 Oktober 2016

Sejarah Wilayah Serang

Seperti daerah lainnya,  Serang pun memiliki sejarah yang unik. Untuk edisi kali ini, saya mengajak Anda mengenal wilayah pusat pemerintahan provinsi banten pada waktu dulu.

Pemerintah Kabupaten Serang telah menetapkan tanggal 8 Oktober 1926 sebagai hari lahir Kota Serang. Hari di mana pusat pemerintahan Kerajaan Banten dipindahkan dari Banten Girang, tiga kilometer dari Kota Serang, ke daerah pesisir utara yang saat ini dikenal sebagai Banten Lama. 

Kabupaten Serang resmi dibentuk pada tahun 1918, dengan Pangeran Aria Adi Antika sebagai bupati (saat itu disebut regent-red) pertama. Saat itu, Kompeni Belanda di bawah pimpinan Gubernur Vander Capellen mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin, dan membagi wilayah menjadi tiga kabupaten, yakni Serang, Lebak, dan Caringin. 

Terlepas dari itu, sejarah Kabupaten Serang tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Banten. Sebuah kerajaan Islam sempalan dari Kerajaan Demak dengan Maulana Hasanudin sebagai raja pertama. 
Di bawah pemerintahan Maulana Hasanudin, pelabuhan Banten menjadi bandar besar, tempat persinggahan utama perdagangan antarpulau dan antarnegara. Pesatnya pertumbuhan perdagangan di Banten, juga ditandai dengan adanya tiga pasar di sekitar kota. 

Daerah Karangantu di sebelah timur kota, menjadi pusat transaksi pedagang dari Portugis, Arab, Turki, Cina, Birma, Melayu, Benggala, Gujarat, Malabar, dan Nusantara. Pasar di sebelah Masjid Agung, menjadi pusat jual-beli rempah-rempah, buah-buahan, tekstil, hewan, sayur-mayur, dan berbagai macam senjata. Pasar ketiga berada di daerah pecinan, yang dibuka sepanjang hari hingga malam. Selain sistem barter, Banten juga telah mengenal mata uang, yakni real Banten dan cash china, sebagai alat tukar. 

Perdagangan semakin maju pasca wafatnya Maulana Hasanudin tahun 1570. Maulana Yusuf, pengganti raja pertama, berhasil menjadikan Banten sebagai pusat pergudangan, atau penyimpanan barang untuk didistribusikan ke seluruh nusantara maupun luar negeri. 

Selain perdagangan, Maulana Yusuf juga mengembangkan sektor pertanian. Ia meminta rakyat untuk membuka lahan pertanian baru, sehingga sawah di Banten bertambah luas (melebihi luas wilayah Serang saat ini). Sebagai penunjang, raja juga membuat irigasi dan bendungan-bendungan, dan sebuah danau yang dinamai Tasikardi. 

Sejak saat itu, rakyat Banten hidup tentram, makmur dan sejahtera menikmati kejayaan Kerajaan Banten. Hingga pada masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakir Mahmud tahun 1596-1651, rakyat mulai menderita karena maraknya penyelewengan dan perebutan kekuasaan.

Setelah mengalami keterpurukan, Serang berusaha untuk membangun kembali masa keemasan. Pada tahun 1960-an, industrialisasi mulai merambah daerah utara Banten, tak terkecuali Serang. 

Kawasan Serang Timur yang membentang dari Ciruas, Kibin, Cikande, Jawilan, hingga perbatasan Kabupaten Tangerang dan Lebak, menjadi kawasan industri. Badan Pusat Statistik (BPS) Banten mencatat, sedikitnya 177 perusahaan dengan 71.740 tenaga kerja berdiri di Serang. 

Bahkan menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Banten, Serang memiliki delapan kawasan industri. Antara lain, Langgeng Sahabat Industrial Estate, Nikomas Gemilang Industrial Estate, Pancatama Industrial Estate, Moderen Cikande Industrial Estate, Samanda Perdana Industrial Estate, Saur Industrial Estate, Kawasan Industri Terpadu MGM, dan Jababeka Cilegon Industrial Estate. Kedelapan kawasan industri itu rencananya akan menempati lahan seluas 4.712 hektar. 

Pesatnya pertumbuhan ekonomi juga terlihat dari banyaknya pusat perdagangan di Serang, seperti Pasar Induk Rau, Pasar Lama, dan kawasan Royal. Pemerintah boleh berbangga hati dengan keberhasilan industrialisasi di Serang. Namun, kesenjangan akibat dampak industrialisasi tidak bisa diabaikan. 

Perkembangan industri mengakibatkan lahan pertanian di Serang, terutama di sepanjang pantai utara dan kawasan timur, semakin menyempit. Penyempitan lahan persawahan, mengakibatkan banyak penduduk kehilangan pekerjaan. Banyak juga petani yang tidak lagi memiliki sawah, dan menjadi buruh tani musiman. 

Selain itu, warga yang memiliki tambak ikan ataupun di udang di pantura juga semakin merana. Beberapa tahun terakhir, hasil tambak mereka turun karena pertumbuhan ikan terganggu. Warga menduga hal itu terjadi akibat air tambak telah tercemar limbah industri yang mengalir ke laut. Hal itu menjadi pemicu pertumbuhan keluarga miskin di Serang. 

Jika melihat usia yang sudah 481 tahun dan bisa dianggap dewasa, seharusnya Pemkab Serang mampu menyelesaikan problem ketimpangan itu. 

Maulana Hasanudin yang memerintah dari nol tahun saja mampu mengembangkan perdagangan sekaligus mensejahterakan rakyat. Jadi, hal ini merupakan tantangan baru bagi Serang. Apakah Pemerintah Serang, mampu mewujudkannya atau tidak?


Sumber:
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar