Sabtu, 15 Oktober 2016

Filosofi Mercusuar Anyer

Di kawasan Anyer kita dapat menyaksikan menara tua yang disebut Mercusuar Anyer. Menara yang di bangun pada masa pemerintahan Z.M. Willem III setinggi 75,5 meter ini terdiri dari 18 tingkat, dibangun pada masa penjajahan Belanda. Dilihat dari prasasti yang tertempel di kaki mercusuar, bangunan yang terbuat dari baja setebal 2,5 cm itu sudah berusia lebih dari 170 tahun, tepatnya dibangun pada tahun 1885. Sampai kini masih berfungsi memandu kapal-kapal yang lalu-lalang di malam hari.

Menara ini diyakini sebagai titik nol jalan Anyer (Banten)-Panarukan (Jawa Timur) yang dibangun Gubernur Jenderal Daendles. Dari sinilah awal mula Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu, memulai proyek raksasanya pada 1825. Daendels membuat jalan ekonomi Anyer-Panarukan sepanjang sekitar 1.000 km. Proyek yang menelan korban ribuan jiwa rakyat Indonesia itu menghubungkan Cilegon, Serang, Tangerang, Jakarta (dulunya bernama Sunda Kelapa, kemudian Batavia), Cirebon, Semarang, Surabaya sampai ke Pasuruan.

Penduduk sepanjang proyek perjalanan tadi bekerja tanpa dibayar atau kerja rodi. Setelah selesai, jalan yang dibangun dari keringat dan mayat bangsa Indonesia kemudian terkenal sebagai jalan Deandels atau jalan rodi. Sayangnya tak ada monument atau prasati untuk mengenang sejarah yang penuh darah itu. Konon, karena Gunung Krakatau meletus, mercusuar itu hancur lebur. Puing-puing dan pondasinya masih bisa Anda lihat beberapa meter dari mercusuar. Jadi mercusuar yang ada sekarang merupakan bangunan baru.

Bangunan itu pun nyaris rata dengan tanah akibat hantaman meriam angkatan laut Jepang sekitar tahun 1942. Meski tak sampai runtuh, namun mercusuar itu sempat rusak berat. Bekas hantaman meriam itu bisa dilihat apabila Anda naik mercusuar itu, yakni berupa lubang besar yang kini sudah ditambal. Kini, mercusuar Anyer seakan tenggelam di tengah-tengah maraknya sarana wisata modern, terutama setelah tumbuhnya resor-resor di tepi pantai. Padahal, mercusuar ini menjadi saksi bisu kekejaman penjajahan Belanda.

Daftar Pustaka
Nasheh Ulwan, Muhammad. 2013. Legenda Rakyat Banten. Blogspot.com pada Rabu, 27 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar