Minggu, 01 Januari 2017

Siapa Saya?

Siapa saya? Pertama kali melihat dan membaca pertanyaan ini saya berpikir bahwa seharusnya pertanyaan ini ditunjukan kepada orang lain, karna orang lainlah yang bisa melihat diri kita. Jadi, hanya orang lainlah yang bisa menjawab pertanyaan ini. Tetapi apabila kita melihat ulang kembali pertanyaan ini, bahwa sebenarnya pertanyaan ini ditunjukan kepada diri kita sendiri. Ya, pertanyaan ini seharusnya hanya kita yang bisa menjawabnya. Karna saya yakin orang lain diluar sana tidak akan ada yang mengenali diri kita secara utuh sekalipun mereka itu teman dekat kita. Dan disini saya berpikir kembali bahwa pertanyaan ini walaupun terlihat simple tetapi tak sesimple yang saya bayangkan untuk dapat menjawabnya.

Ya, saya baru sadar ternyata sebenarnya saya pun juga tidak mengenali diri saya sendiri. Ketika saya sibuk untuk menceritakan orang lain kenapa saya tidak sibuk untuk memikirkan diri saya sendiri? Disaat saya membanggakan kesuksesan orang lain, kenapa saya tidak melihat apa yang sudah saya perbuat? Dan disaat saya gagal barulah saya melihat diri saya sendiri. Jadi, saya baru akan melihat diri saya sendiri ketika saya jatuh atau gagal, mungkin itulah penyebab kenapa saya belum benar-benar mengenali diri saya sendiri.

Dari pertanyaan ini saya baru sadar ternyata banyak sekali yang harus saya perbaiki dalam hidup saya. Ya, sekali lagi pertanyaan ini membuat saya berpikir ulang bahwa betapa berartinya hidup ini seandainya saya mengenali diri saya sendiri.

Seiring berputarnya waktu, saya mulai belajar betapa berartinya hidup ini. Belajar dari kebahagiaan anak kecil, belajar saling berbagi dan menghargai dari sebuah persahabatan, belajar tentang mensyukuri nikmat dari indahnya alam, dan belajar tentang saling mengasihi dan saling menjaga dari sebuah keluarga.

Melalui tulisan ini saya ingin menceritakan siapa kah saya ini? Setelah mulai belajar betapa berartinya hidup ini.

Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Fahmi Ayatullah, anak pertama dari 3 bersaudara yang dilahirkan 20 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 14 Oktober 1996 di sebuah daerah di kota Serang, Banten dimana tempat itu ialah kampung halaman kedua orang tua saya, maka dari itu saya bersuku jawa dan menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-harinya. Masa kecil saya hingga umur 9 tahun saya habiskan di kampung halaman karena saya pun bersekolah di kampung halaman, selanjutnya masa remaja tepatnya masa SMA saya habiskan di kota dan disitulah salah mulai mengenal dunia luar yang amat luar biasa.

Berbicara soal Pendidikan saya telah menyelesaikan pendidikan pada umumnya yaitu 6 tahun di Sekolah Dasar, 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama, 3 tahun di Sekolah Menengah Atas, dan saat ini saya tercatat sebagaimahasiswi semester 3 Jurusan Pendidikan Matematika di satu-satunya Universitas Negeri di Banten yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atau orang lebih mengenal dengan nama UNTIRTA.

Cita-cita, Hobi, dan Sifat
Sewaktu kecil saya bercita-cita ingin menjadi seorang pendidik atau pengajar, entah itu guru ataupun dosen dan cita-cita itu masih berlaku sampai sekarang, saya ingin menjadi seorang pendidik yang sukses dan menjadi teladan bagi semua siswa atau mahasiswa yang saya didik, dan bukan hanya itu saya juga ingin menjadi teladan bagi anak-anak saya kelak nanti. Itulah cita-cita saya yang saat ini saya sedang perjuangkan dengan menuntut ilmu agar berguna kelak untuk cita-cita saya.

Berbicara tentang hobi, saya adalah seseorang yang mempunyai hobi bermain sepak bola dan futsal, namun selain itu saya juga memiliki beberapa hobi  yang mungkin tidak terlalu sering saya lakukan atau hanya mengisi kekosongan waktu saja seperti bermain game, jalan-jalan atau traveling bersama teman-teman ke suatu tempat favorit ataupun tempat yang baru, atau sekedar kumpul-kumpul bersama teman.

Untuk sifat, menurut saya, saya itu baik, totalitas, dan penyabar. Baik disini dalam arti suka membantu teman yang butuh bantuan selagi saya mampu untuk membantunya. Namun, kadang baiknya kita seringkali disalahkan gunakan atau dimanfaatkan oleh orang lain tapi saya percaya akan sebuah kalimat “apa yang kau tanam itulah yang kau tuai” jadi apa yang kita perbuat itulah yang yang nantinya akan kita dapatkan.

Totalitas, saya menyadari bahwa ketika saya totalitas dengan kegiatan yang sedang saya lakukan, itu akan menghasilkan produk yang benar-benar berharga. Dan dari totalitas itulah tumbuh rasa semangat dan rasa ingin untuk melakukan hal-hal yang memang menjadi tanggung jawab saya dalam sebuah kegiatan tersebut. Sabar, bisa dibilang saya orang yang cukup sabar, sabar dalam menghadapi permasalahan, sabar dalam menjalankan kehidupan yang tak selalu sama seperti apa yang kita harapkan, begitupun sabar dalam sebuah penantian.

Sifat negatif dari saya yaitu saya adalah orang yang pesimis, pemalas, teledor, terkadang keras kepala dan pelupa. Saya adalah orang yang sangat pesimis dalam melakukan segala hal, saya selalu merasa tidak yakin akan kemampuan yang saya miliki juga tidak percaya diri, saya juga kurang berani mengambil resiko dan mudah putus asa setiap menghadapi rintangan karena saya merasa takut akan kegagalan.

Saya bisa dibilang cukup pemalas karena saya selalu menunda-nunda pekerjaan atau tugas, tapi kemalasan saya masih dalam batas wajar, terkadang saya bisa juga rajin seperti orang-orang tetapi hanya kadang-kadang. Teledor, ceroboh, pelupa itulah kebiasaan buruk yang melekat pada diri saya, saya sering sekali melakukan tindakan-tindakan yang ceroboh yang terkadang memalukan, saya juga merupakan orang yang sangat teledor dan pelupa saat meletakkan suatu barang, namun saya tak pernah lupa dengan nama dan identitas saya sendiri.

Yaa itulah serangkaian kekurangan/ sifat negatif yang saya miliki, saya sangat sadar akan kekurangan itu makanya saya agak sulit menerima kritikan orang. Kekurangan saya tersebut bisa jadi bahan introspeksi diri agar lebih baik kedepannya. Mungkin itu saja yang dapat saya tulis dan saya ceritakan mengenai diri saya. Kesempurnaan itu hanya milik-Nya dan kita sebagai manusia hanya bisa belajar dari kesempurnaan tersebut.

Mengapa manusia harus berilmu?

Dan tidaklah Allah memerintahkan manusia kepada sesuatu melainkan karena ada kemaslahatan bagi manusia itu sendiri, sebagaimana Dia tidak melarang manusia dari sesuatu, kecuali karena ada kemudaratan padanya. Oleh sebab itu, mengetahui perintah dan larangan adalah suatu keniscayaan, sehingga manusia bisa meraih segala kemaslahatan karena menunaikan perintahNya dan manusia dapat menghindari segala kemudaratan dengan menjauhi laranganNya. Dan semua itu tidak akan tercapai kecuali dengan menuntut ilmu. Dengan ilmu, seseorang bisa membedakan mana perintah sehingga ia bisa melaksanakannya, dan mana yang merupakan larangan sehingga ia dapat menjauhinya. Maka tidaklah mungkin bagi manusia untuk menjadi hamba Allah yang taat apabila manusia bodoh akan syariat. Bagaimana mungkin manusia dapat menggapai surga sedangkan manusia tidak tahu bagaimana caranya. Untuk itulah kemudian Allah Subhanahu Wata'ala dan RasulNya Sallallahu 'Alahi Wasallam mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu. Bahkan lebih dari itu, ilmu adalah kebutuhan manusia sebagai jalan menuju surga. 

Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda : مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ "Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." 

Sungguh teramat beruntung orang yang memiliki ilmu yang luas, sehingga ia mampu berbuat lebih baik, lebih benar, dan lebih banyak daripada yang lain. Sebaliknya, orang yang kurang ilmu, maka ia akan sering kali salah dalam ucapan maupun perbuatannya. Maka, menjadi sebuah kewajiban bagi setiap manusia yang ingin bahagia dunia dan akhirat untuk senantiasa menuntut ilmu. Banyak sekali dampak yang akan dirasakan jika seseorang kurang ilmu. Di antaranya, ia bisa bertindak salah. Karena itu, kalau manusia ragu, tidak mengetahui sebuah perkara secara jelas, maka bertanyalah, agar jangan sampai bertindak keliru. 

Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda : إنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ. "Sesungguhnya obat kebodohan hanyalah bertanya." 
Mengapa ada orang yang akhlak dan bicaranya sangat bagus? Hal itu bisa terjadi karena ilmu yang dikuasainya sangat dalam, wawasannya luas, dan pengalamannya banyak. Akibatnya, setiap dia bertindak dan berkata, selalu baik dan benar, meski kadang kala terlihat kecil. Sedangkan orang yang kurang ilmu, cirinya adalah bila bicara sepanjang apa pun, tidak ada hal yang bermanfaat yang dibicarakannya. Seorang ayah, misalnya, kalau kurang ilmu, wawasan, dan pengalamannya, maka dalam mendidik anak cenderung akan lebih sering marah, karena pilihan tindakan yang bijak terbatas. Berbeda dengan orang yang sebaliknya, ia akan memilih tindakan yang terbaik, dengan cara terbaik agar tidak ada siapa pun yang terluka oleh perkataan dan sikapnya. 

Semoga kita tidak terlena dalam gelimang kebodohan, karena kebodohan adalah lambang kejumudan dan jalan kebinasaan. Karena yang mencari saja belum tentu mendapatkan, apalagi yang tidak mencari. Yang mendapatkan belum tentu bisa paham, apalagi yang tidak mendapatkan. Yang telah paham belum tentu bisa mengamalkan, apalagi yang tidak paham. Dan yang mengamalkan pun belum tentu bisa tepat dan benar, apalagi yang tidak mengamalkan. Artinya: Orang yang jauh dari ilmu, maka ia sangat jauh dari kebenaran dalam beramal. 

Ada tiga hal yang semoga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia sekarang dan selanjutnya: Yang pertama: Jangan pernah bosan ataupun jenuh untuk selalu mencari dan mendalami ilmu, karena ilmu adalah cahaya yang dengannya jalan kehidupan seseorang menjadi terang benderang, sehingga ia mengetahui ke arah mana ia akan berjalan. Yang kedua: Perangilah segala kebodohan yang ada pada diri kita semampu yang dapat kita usahakan, karena seseorang tidak akan binasa dan celaka, melainkan karena ia bodoh akan agama. Yang ketiga: Janganlah sekali-kali kita berbuat ataupun berucap, kecuali didasari dengan ilmu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Al-Isra`: 36).

Referensi: Al-Qur'an

Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lain?

Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain. Perbedaan yang paling mendasar antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memlikinya, sedangkan makhluk lain hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.

Dibanding dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan makhluk lain hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada makhluk  yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa meampaui manusia. Dan manusia dapat memecahkan permasalahaan dengan cara yang dia dapat lakukan sendiri dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang sempurna yang diberikan akal fikiran yang lebih dibandingkan dengan makhluk lain. Dan terkadang masunia bisa lebih buruk perilakunya dan pemikirannya dibandingkan dengan makhluk lain.

Selain itu Al Ghazaly memperlihatkan perbedaan manusia dan makhluk lain yaitubahwa; diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing. Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh prinsip alam. Sedangkan tumbuhan makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya, selain mempunyai gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara bervariasi. Prinsip tersebut disebut jiwa vegetatif. Jenis hewan mempunyai prinsip yang lebih tinggi dari pada tumbuh-tumbuhan, yang menyebabkan hewan, selain kemampuan bisa bergerak bervariasi juga mempunyai rasa. Prinsip ini disebut jiwa sensitif. Dalam kenyataan manusia juga mempunyai kelebihan dari hewan. Manusia selain mempunyai kelebihan dari hewan. Manusia juga mempunyai semua yang dimiliki jenis-jenis makhluk tersebut, disamping mampu berpikir dan serta mempunyai pilihan untuk berbuat dan untuk tidak berbuat. Ini berarti manusia mempunyai prinsip yang memungkinkan berpikir dan memilih. Prinsip ini disebut an nafs al insaniyyat. Prinsip inilah yang betul-betul membeda manusia dari segala makhluk lainnya.

Referensi: Al-Qur'an

Apa kedudukan manusia di bumi?

Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.

Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.

Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Referensi: Al-Qur'an

Apa Tujuan Hidup Manusia?

Hidup menurut konsep islam bukan hanya kehidupan duniawi semata, tetapi berkelanjutan sampai pada kehidupan ukhrowi (alam akhirat).  Dan apa yang kita lakukan selama di dunia, maka itulah yang akan kita petik di akhirat nanti. Oleh karena itu, setiap manusia jangan pernah terlena dengan kehidupan dunia, karena sesungguhnya kehidupan dunia adalah kehidupan yang sementara sebelum pada kehidupan sebenarnya yaitu di akhirat nanti yang dimana kehidupan akhirat akan ditentukan dari bagaimana manusia hidup didunia itu sendiri.

Hidup di dunia ini merupakan terminal dari perjalanan kehidupan manusia yang panjang, mulai dari alam arwah, alam arham, alam dunia, alam barzakh dan berakhir di alam akherat. Dan untuk bisa berakhir dengan happy ending salah satunya adalah dengan mendapat ridho dari Allah SWT. Dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu mencari ridho Allah SWT. yang direalisasikan dalam bentuk perjuangan menjalankan tugas dan fungsi gandanya tersebut.

Referensi: Al-Qur'an

Bagaimana dengan fungsi manusia?

Allah menciptakan manusia bukanlah kerena kebetulan semata, yang hanya hidup dan mati tanpa tanggung jawab sebagai mana pandangan kebendaatan. Tidak jauh berbeda dengan tugas manusia di bumi, manusia diciptakan oleh allah mempunyai fungsi ganda, yaitu:

Sebagai Kholiah Allah
Kholifah berarti pengganti, penguasa, pengelola, dan pemakmur. Selaku kholifah manusia mempunyai tanggung jawab untuk mengelola bumi ini. Sebagai ladang untuk untuk menanam bekal untuk kehidupan di akherat nanti. Dan salah stau syarat mutlak agar manusia bisa mengelola bumi ini dengan baik adalah dengan ilmu pengetahuan yang diperolh dari proses belajar secara terus-menerus.

Sebagai Hamba Allah
Selaku hamba Allah, secara otomatis manusia haruslah tunduk dan  patuh dengan perintah-Nya. Selain itu dalam meminta pertolonganpun haruslah kepada Allha bukan pada sesame mahluk Allah, karena itu merupakan perbuatan syirik dan tak bisa diampuni dosanya oleh Allah.

Referensi: Al-Qur'an

Apa sebenarnya tugas manusia di muka bumi ini?

Tugas manusia di bumi sangatlah banyak, namun ada beberapa tugas manusia yang memang seharusnya dipenuhi demi mencapai tujuan dalam kehidupan di dunia yaitu kehidupan di akhirat nanti. Tugas-tugas tersebut diantaranya yaitu:

Beribadah Kepada Allah Baik Dalam Pengertian Sempit (Ibadah Mahdoh) Maupun Luas (Ibadah  Ghairu Mahdoh).
Beribadah dalam arti sempit artinya mengerjakan Ibadah secara ritual saja, seperti, Sholat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas adalah melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist. Dan tentunya dari makna  ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan pribadi seorang muslim sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan kelima rukun Islam maka akan bisa memberikan warna yang baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia dan banyak memberikan manfaat selama bermuamalah itu.

Disamping itu, segala aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas ibadah maupun aktifitas keseharian kita dimanapun berada di rumah, di kampus di jalan dan dimanapun haruslah hanya dengan niat yang baik dan lillahi ta'ala, tanpa ada motivasi lain selain ALLAH, sebagaimana misal beribadah dan bersedekah hanya ingin dipuji oleh orang dengan sebutan “alim dan dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari orang lain; ingin mendapatkan kemudahan dan fasilitas dari atasan selama bekerja dan studi dengan menghalalkan segala cara dan lain sebagainya. Sekali lagi jika segala aktifitas bedasarkan niatnya karena Allah, dan dilakukan dengan peraturan yang Allah turunkan maka hal ini disebut sebagai ibadah yang sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Kita beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita, Allah sama sekali tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun  semua orang di dunia ini menyembah-Nya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-Nya, tidaklah hal tersebut semakin menyebabkan meningkatnya kekuasaan Allah. Demikian juga sebaliknya jika semua orang menentang Allah, maka hal ini tak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan Allah. Jadi sebenarnya yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang tergantung kepada Allah ini adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas kasihan Allah ini adalah kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini adalah kita. Allah memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah untuk kepentingan kita sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas nikmat yang diberikan-Nya, agar kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [2 : 21].

Tujuan ibadah ada dua (baik itu ibadah mahdhah, maupun ibadah ghairu mahdhah). Pertama, untuk mencapai kesenangan hidup di dunia. Kedua, untuk mencapai ketenangan hidup di akhirat. Atau secara sederhananya yaitu untuk mencapai kesenangan dan ketenangan dunia dan akhirat. Berbagai macam kesenangan dunia kita lakukan tak lain adalah untuk meraih kesenangan dan ketenangan akhirat. Misalkan bekerja. Dengan bekerja, maka seseorang akan mendapatkan uang. Dengan uangnya tersebut, maka ia akan mendapatkan kesenangan dunia, dan juga akan semakin memudahkannya untuk melakukan ibadah mahdhah, misalkan berzakat ataupun menunaikan ibadah haji.

Pemimpin (khalifah)

Tugas yang kedua, sebagai khalifah. Yang dimaksud dengan tugas ini adalah bahwa manusia memilki kewajiban untuk mengelola, merawat, dan memelihara bumi dengan sebaik-baiknya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan, binatang, bumi dengan segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan perintah ini dapat kita simak dalam firman Allah, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan Berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ “ (QS. Al-Baqarah : 2)

Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi sebagaimana  yang  tersebut  di  atas  yakni menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerja­sama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah). Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/ rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.

Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1) Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), (2) Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6), (3) Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma’ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.

Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) Mengkulturkan natur (membudaya­kan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2) Menaturkan kultur (mengalam­kan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan mene­mukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

Berdakwah.

Yang ketiga, berdakwah. Tugas berdakwah bukan hanya pekerjaan guru agama, ustadz ataupun seorang kiai. Ini adalah kewajiban seorang muslim. Untuk berdakwah sesrorang tidak perlu menjadi ustadz, hanya sampaikan kebaikan yang hari ini kita ketahui, jika esok hari kita mengetahui kebaikan maka sampaikan kebaikan tersebut kepasa saudara yang lain. Tetapi sampaikan informasi mengenai kebaikan tersebut dalam dengan bijaksana, perkataan yang sopan. Jangan memaksakan kehendak kepada orang lain, ketika kita menyambaikan kebaikan yang datangnya dari sisi Allah. Ingatlah saudara, betapapun indahnya sebuah kebaikan, ia tidak akan bisa disampaikan dengan kekerasan dan keburukan yang baru.

Referensi: Al-Qur'an

Mengapa manusia diciptakan?

Kenapa manusia diciptakan di dunia? Kenapa tidak langsung saja diciptakan di surga? Banyak orang mengira bahwa keberadaan manusia di dunia adalah gara gara kesalahan Adam (yang tergoda setan untuk melanggar larangan Tuhan). Artinya keberadaan manusia di dunia adalah sebuah kecelakaan yang tidak diharapkan. Harusnya manusia hidup nyaman di surga tapi gara gara kesalahan Adam, kita semua harus susah payah hidup di dunia menghadapi godaan dunia dan hasutan setan, dengan resiko yang sangat besar yaitu masuk neraka apabila gagal. Benarkah demikian? Ternyata anggapan semacam ini salah besar. Allah menciptakan menusia di dunia dengan tujuan tertentu. Keberadaan manusia di dunia adalah karunia Allah terbesar yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Lalu apa sebenarnya tujuan Allah menciptakan manusia di dunia? Berikut penjelasannya:

Cerita Adam dan Hawa sebagaimana dipahami sebagian besar masyarakat berfokus pada proses penciptaan Adam, penciptaan Hawa, kehidupan Adam Hawa di surga, dilanjutkan dengan kegagalan Adam Hawa dalam bertahan dari godaan Iblis. Dengan alur cerita seperti itu tidak cukup informasi untuk menjawab pertanyaan, “Kenapa dan untuk apa manusia (Adam dan Hawa) diciptakan di dunia?”

Padahal sebenarnya ada peristiwa besar yang disebut Allah dalam Quran sebelum penciptaan Adam. Dalam peristiwa tersebut para malaikat dan jin yang sudah diciptakan lebih dahulu sebelum Adam, semuanya dikumpulkan di hadapan Allah. Kemudian Allah berfirman kepada para mereka,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan dimuka bumi ini seorang khalifah (penanggungjawab yang akan mengolah, memanfaatkan, memakmurkan bumi dengan segala aktifitasnya)”, sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 30.

Dari peristiwa besar yang disebut secara jelas dalam Al Baqarah ayat 30, kita tahu bahwa  keberadaan manusia di muka bumi bukanlah sebuah kecelakaan melainkan memang sengaja Allah menciptakan manusia di bumi (di dunia ini) sebagai makhluk yang dimuliakan dan dipercaya sebagai pengemban amanah dengan sebutan “Khalifah fil Ardli” (khalifah di muka bumi). Artinya kejadian Adam dihasut Iblis tidak ada hubungannya dengan keberadaan manusia di bumi. Karena keberadaan manusia di bumi bukanlah sebuah kesalahan atau kecelakaan melainkan kemuliaan yang dikaruniakan Allah atas manusia.

Lalu timbul sebuah pertanyaan baru yaitu bukankah Manusia dan Jin diciptakan untuk beribadah? Dalam Surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.

Sebagian orang menanyakan, “Jadi sebenarnya manusia itu diciptakan untuk beribadah atau untuk mengemban amanah sebagai khalifah sebagaimana uraian di atas?”
Tidak terlalu sulit menggabungkan dua informasi tersebut ke dalam sebuah pengertian yang mencakup keduanya. Ibadah kepada Allah adalah kewajiban baik bagi Jin maupun Manusia. Tetapi misi untuk memakmurkan bumi hanya manusia yang diberi amanah, sedangkan jin tidak. Artinya selain dimintai pertanggungjawaban mengenai ibadah khususnya kepada Allah manusia juga ditanya mengenai apa yang telah diperbuatnya sehubungan dengan kemaslahatan maupun kumudharatan di muka bumi. Demikian. Maha Suci Allah yang menciptakan manusia dengan tidak sia sia:
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. (al anbiya 16)

Referensi: Al-Qur'an

Bagaimana Asal Usul Manusia Menurut Agama Islam?

Asal usul manusia menurut pandangan agama Islam sangat bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan oleh para pencetus dan pendukung teori evolusi. Charles Darwin sebagai pencetus teori evolusi berpendapat bahwa mahluk hidup termasuk juga manusia, adalah berasal dari evolusi atau perubahan-perubahan mahluk sebelumnya yang memiliki kemampuan sederhana. Perubahan-perubahan tersebut membuat kemampuan manusia menjadi lebih sempurna. Pendapat ini ditunjang oleh ditemukannya beberapa fakta ilmiah seperti fosil dari manusia purba seperti  Meghanthropus dan Pitheccanthropus di berbagai daerah.

Di sisi lain, hampir dari semua agama di dunia menentang pendapat ini. Penentangan itu terjadi karena pemikiran mereka didasarkan pada berita-berita dan informasi dalam kitab sucinya masing-masing. Salah satu dari kitab suci tersebut adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam menyebutkan beberapa proses kejadian manusia yang lebih rinci dan jelas. Al-Quran menjelaskan beberapa tahapan dalam proses kejadian dan asal-usul manusia secara rinci. Ada tiga tahapan dan ketiga tahapan tersebut antara lain kejadian dan asal usul manusia pertama, kedua, dan ketiga. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut.

Kejadian dan Asal-usul Manusia Pertama
Kejadian dan asal-usul manusia pertama yang berarti pula proses penciptaan Adam diawali oleh pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya sehingga ia hidup. Keterangan tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Hijr dan hadis riwayat Tirmidzi, yaitu sebagai berikut

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adampun seperti itu, sebagian ada yang baik dan buruk, ada yang mudah (lembut) dan kasar dan sebagainya.”

Kejadian dan Asal-usul Manusia Kedua
Allah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang diciptakan hendak dipasangkan oleh Alloh dengan lawan jenisnya yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa. Keterangan tersebut sesuai dengan firman Allah QS. An-Nisa ayat 1 serta diperkuat oleh QS. Yaasin ayat 36 berikut:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) : 36)
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.

Kejadian dan Asal-usul Manusia Ketiga
Kejadian dan asal usul manusia ketiga terkait  dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa (Kecuali Isa, AS.) proses kejadian manusia yang disebutkan dalam Al-Qur,an ternyata setelah dewasa ini dapat dipertanggung jawabkan secara medis. Dalam Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat Al-Mu’minuun : 12-14 berikut ini: 
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun : 12-14).

Dari ketiga asal-usul penciptaan manusia menurut agama Islam di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, islam memandang manusia secara substantif terbagi ke dalam 2 hal, yaitu substansi materi (badan) dan substansi immateri (jiwa).

Referensi: Al - Qur'an

Siapa Manusia?

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar. Untuk itu, terlebih dahulu ia harus mengenal-Nya. Jika manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal Tuhannya. Jika tidak, ia tidak akan pernah mengenal Tuhannya. Hal ini identik dengan bunyi suatu kata statement yaitu sebagai berikut: “Barangsiapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”

Manusia adalah sebagai tanda, bukti konkrit dan persaksian besar dari keagungan Allah dan juga merupakan suatu bukti yang luar biasa. Manusia diberi akal pikiran dan peralatan yang lengkap dan sempurna oleh Allah, karenanya ia harus boleh menganalisa jiwanya. Dia menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah, dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Hal tersebut telah dinyatakan oleh Sang Pencipta itu sendiri dalam Surat At-Tin ayat 4 yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Jika manusia ditinjau dari susunan tubuhnya, adalah ciptaan Allah yang paling sempurna ketimbang makhluk yang lain yang ada di muka bumi ini. Berangkat dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia baik yang bersifat eksteren ataupun interen selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya.

Manusia adalah mahkluq yang penuh derita, bergumul dengan arus zaman dan dinamika kehidupan. Ia sering kali menimbulkan bencana dan malapetaka. Namun ia juga mempunyai kemampuan dan potensi untuk menerobos semua kendala dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi. Ini merupakan bukti dari eksistensinya sebagai manusia dan memenuhi tanggung jawab social. Allah berfirman dalam Surat Al-Insyiqaq ayat 6 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”.

Alhasil, cirri-ciri manusia adalah, baginya memiliki ilmu pengetahuan, kemauan, potensi kemampuan. Dan semuanya yang ia memiliki itu tidak ada yang menyangsikan karena bersumber dari kehendak Allah secara langsung. Kecakapan berbicara dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia adalah sebagai bukti pemberian Allah secara langsung.
Allah berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 1-4, yang artinya :
(“Tuhan) Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai pembaca.”